Manajemen

PENGANTAR HUKUM BISNIS HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

 

TUGAS

MAKALAH PENGANTAR HUKUM BISNIS

HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

DOSEN PENGAMPU: ANDY KRIDASUSILA, SE, MM

DISUSUN OLEH:

NAMA       : SILVIANI

NIM           : B. 131. 12. 0325

PRODI       : S1 MANAJEMEN

 

 

 

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEMARANG

TAHUN 2013

 

 

 

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Terima kasih.

Semarang,                   2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

  • Latar Belakang……………………………………………………………………………………… 1
  • Tujuan …………………………………………………………………………………………………. 2
  • Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

  • Pengertian Monopoli ……………………………………………………………………………… 3
  • Anti Monopoli………………………………………………………………………………………. 3
  • Pengertian Hukum Persaingan & Kebijakan Persaingan Usaha……………………. 4
  • Persaingan Usaha…………………………………………………………………………………… 5
  • Persaingan Usaha Tidak Sehat…………………………………………………………………. 5
  • Asas dan Tujuan Anti Monopoli & Persaingan Usaha………………………………… 6
  • Ruang Lingkup Hukum Anti Monopoli……………………………………………………. 7
  • Perjanjian yang Dilarang…………………………………………………………………………. 7
  • Kegiatan yang Dilarang………………………………………………………………………….. 9
  • Komisi Pengawasan Persaingan Usaha……………………………………………………… 12
  • Tugas dan Wewenang KPPU………………………………………………………………….. 13
  • Sanksi…………………………………………………………………………………………………… 15
  • Contoh Kasus……………………………………………………………………………………….. 17

BAB III PENUTUP

  • Penutup ……………………………………………………………………………………………….. 21

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………….. 22

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Aktivitas usaha yang kini marak dilakukan oleh pelaku usaha tidak luput dari adanya persaingan. Persaingan itu terkadang mengarah pada pelanggaran hukum demi tercapainya keuntungan yang maksimum. Bahkan mereka melakukan persaingan curang/ persaingan tidak sehat. Persaingan usaha yang tidak sehat ini akan merugikan kepentingan umum. Persaingan itupun kini marak dalam kegiatan bisnis di Indonesia dan Negara lain pada umumnya. Meskipun sebelum dikeluarkan UU no. 5 tahun 1999, sebenarnya pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan pasal 382 bis KUH Pidana.
Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren- konkuren orang lain itu.

Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha ini. Keterkaitan tersebut kadangkala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha, yang pada akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti rambu-rambu yang ada dan seringkali bahkan mengutamakan dunia usaha sehingga mengabaikan aturan-aturan yang telah ada. Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak diimbangi dengan “penciptaan” rambu-rambu pengawas. Dunia usaha yang berkembang terlalu pesat sehingga meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan pada akhirnya. Apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal dari perkembangan bisnis dan dunia usaha, maka hukum dituntut untuk merespon segala seluk beluk kehidupan dunia usaha yang melingkupinya sebagai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Itu berarti, peran hukum menjadi semakin penting dalam menghadapi problema-problema dunia usaha yang timbul seperti Monopoli dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat.

Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk ikut ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai suatu hak istimewa (previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan menciptakan penguasaan pasar.

  • Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

  1. Untuk memahami lebih dalam arti Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.
  2. Mengetahui hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.
  3. Mengurangi persaingan-persaingan usaha yang tidak sehat.
  4. Memenuhi Tugas Pengantar Hukum Bisnis.
  • Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang masalah serta memahami tujuannya maka penulis dapat membahas dari:

  1. Pengertian Monopoli?
  2. Pengertian Anti Monopoli?
  3. Pengertian Hukum Persaingan Usaha, Kebijakan Persaingan Usaha, & Persaingan Usaha?
  4. Persaingan Usaha Tidak Sehat?
  5. Asas dan Tujuan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha?
  6. Ruang Lingkup Hukum Anti Monopoli?
  7. Perjanjian yang dilarang?
  8. Kegiatan yang dilarang?
  9. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)?
  10. Sanksi?
  11. Contoh Kasus?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  • Pengertian Monopoli

Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.

Menurut UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli).

  • Anti Monopoli

Pengertian monopoli dalam Black’s Law Dictionary: “Monopoly is a previlege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the wholesupply of a particular commodity. (Henry Champbell Black,1990 : 696)

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)

Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .

 

  • Pengertian Hukum Persaingan Usaha dan Kebijakan Persaingan Usaha

Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul ”Hukum Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana hukum itu harus dilakukan. Sedangkan menurut Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Cristopher Pass dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Compettion laws adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.

Selain pengertian hukum persaingan usaha, maka pengertian kebijakan persaingan (competititon policy) perlu juga dikemukakan karena berkaitan erat dengan persaingan usaha. Dalam Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Cristopher Pass dan Bryan Lowers, yang dimaksud dengan kebijakan persaingan adalah kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan efisisensi pemakaian sumner daya dan perlindungan kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin pasar terlaksananya pasar secara optimal.

  • Persaingan Usaha

Persaingan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam proses perkembangan kegiatan ekonomi. Disnilah peranan hukum diperlukan agar tercipta suatu persaingan yang sehat dan wajar antara pelaku usaha.

Persaingan atau “competition” dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai : “…. A struggle or contest between two or more persons for the same objects”.

Memperhatikan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli;
  2. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama;

Persaingan antara pelaku usaha salah satunya adalah persaingan dalam merebut pasar dan mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya. Persaingan sebenarnya merupakan kondisi ideal yang memiliki banyak aspek positif. Meskipun demikian, persaingan akan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya apabila tidak terjadi perbuatan curang yang justru merugikan dan menimbulkan aspek negatif.

 

  • Persaingan Usaha Tidak Sehat

Menurut rumusan pasal angka 1 ayat 6 Undang-Undang Antimonopoli, yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Dalam Black’s Law Dictionary, persaingan usaha tidak sehat diartikan sebagai berikut:

“A term which be applied generally to all dishonest or fraudulent  rivalry in trade and commerce, the practice of endeavoring  to substitute one’s own goods or products in the market for those of another by means of imitating or counterfeiting the name, brand, size, shape, or other distinctive characteristic of the article or of packaging.”   

Menurut sistematik pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandai tiga alternative kriteria, yaitu: persaingan usaha yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, dan menghambat persaingan usaha. Tindakan persaingan usaha tidak sehat sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua keategori, yaitu tindakan anti persaingan (anti competition) dan tindakan persaingan curang (unfair competition practice). Tindakan anti persaingan adalah tindakan yang bersifat mencegah terjadinya persaingan dan dengan demikian mengarah pada terciptanya kondisi tanpa atau minim persaingan, sedangkan persaingan curang adalah tindakan tidak jujur yang dilakukan dalam kondisi persaingan.

 

  • Asas dan Tujuan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
    • Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

  • Tujuan

Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999)

Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:

  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
  • Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  • Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

 

  • Ruang Lingkup Hukum Antimonopoli

Berdasarkan Undang – Undang No 5 Tahun 1999 , maka ruang lingkup antimonopoli tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Perjanjian yang dilarang. Perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No 5 Tahun 1999 mencakup oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
  2. Kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No 5 Tahun 1999 mencakup monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan.
  3. Penyalahgunaan posisi dominan. Penyelahgunaan posisi dominan mencakup jabatan rangkap, kepemilikan saham dan merger, akuisisi, dan konsolidasi.
  4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
  5. Tata cara penanganan perkara
  6. Sanksi sanksi
  7. Perkecualian perkecualian
  • Perjanjian Yang Dilarang
  1. Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

Contoh: Produksi mie instan yang dipasarkan di Indonesia, 75% berasal dari kelompok pelaku usaha A, B, dan C. Ini berarti keterikatan pelaku usaha A, B, dan C itu sudah oligopoli.

Penetapan harga (price fixing): Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, sehingga terjadi koordinasi (kolusi) untuk mengatur harga. Hal ini bisa juga disebut kartel harga.

Contoh: beberapa perusahaan taksi sepakat bersama-sama menaikkan tarif.

Catatan: penetapan harga adalah salah satu bentuk perjanjian pengaturan harga. Di luar itu ada bentuk perjanjian price discrimination (diskriminasi terhadap pesaing), predatory pricing (banting harga), dan resale price maintenance (mengatur harga jual kembali atas suatu produk).

dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:

  1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
  2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
  3. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
  4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
  5. Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

Contoh: perusahaan A hanya menjual produknya di Jawa Tengah dan perusahaan B hanya di Jawa Timur.

  1. Pemboikotan: Perjanjian di antara beberapa pelaku usaha untuk:
  2. menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier);
  3. membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu produk.

Contoh: Asosiasi produsen rokok bersepakat dengan asosiasi petani tembakau agar para petani menjual tembakau mereka  kepada produsen rokok anggota asosiasi itu saja.

  1. Kartel: Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, sehingga terjadi koordinasi (kolusi) untuk mengatur kuota produksi, dan/atau alokasi pasar. Kartel juga bisa dilakukan untuk harga (menjadi price fixing).

Contoh: beberapa perusahaan semen sepakat untuk mengu-rangi produksi selama 2 bulan agar pasokan menipis.

  1. Trust: Perjanjian kerja sama di antara pelaku usaha dengan cara menggabungkan diri menjadi perseroan lebih besar, tetapi eksistensi perusahaan masing-masing tetap ada.

Contoh: Dua pelaku usaha yang bersaingan (A dan B) menyatakan penggabungan perusahaan mereka, tapi sebenar-nya A dan B tetap dikelola sebagai dua perusahaan tersendiri.

  1. Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

Contoh: Perusahaan mie A, B, dan C bersama-sama berjanji untuk menyerap 75% pasokan terigu nasional.

  1. Integrasi vertical(vertical integration): Perjanjian di antara perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu rangkaian jenjang produksi barang tertentu, namun semuanya berada dalam kontrol satu tangan (satu afiliasi), untuk secara bersama-sama memenangkan persaingan secara tidak sehat.

Contoh: Satu perusahaan di hulu mengakuisisi perusahaan di hilirnya. Akuisisi ini menyebabkan terjadi posisi dominan, yang kemudian disalahgunakan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat.

  1. Perjanjian tertutup(exclusive dealing): Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan pelaku usaha lainnya tidak diberi akses memperoleh pasokan yang sama atau barang itu tidak dijual ke pihak tertentu.

Contoh: Perjanjian antara produsen terigu A dan produsen mie B, bahwa jenis terigu yang dijual kepada B tidak boleh dijual kepada pelaku usaha lain.

  1. Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
    • Kegiatan Yang Dilarang

Dalam UU No.5 Tahun 1999, kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan, seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas, tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

  1. Monopoli
    Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku.

Contoh: Produksi mie instan yang dipasarkan di Indonesia, 50% berasal dari kelompok pelaku usaha A. Ini berarti pelaku usaha A sudah monopoli (tetapi belum tentu melakukan praktek monopoli).

  1. Monopsoni
    Kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh  satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha tertentu.

Contoh: Perusahaan mie A sendirian telah menyerap 50% produksi terigu yang ada di suatu pasar.

  1. Penguasaan pasar
    Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
  2. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
  3. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
  4. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
  5. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Contoh: Pelaku usaha A menetapkan biaya produksi secara tidak jujur, sehingga harga jual produknya di bawah biaya produksi sebenarnya.

  1. Persekongkolan
    Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999), dalam bentuk:
  2. persekongkolan untuk memenangkan tender;
  3. persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan;
  4. persekongkolan merusak kualitas/citra produk saingan.

Contoh: pelaku usaha bersekongkol dengan pimpinan proyek agar dimenangkan dalam tender. Atau, pelaku usaha yang satu dibayar oleh pelaku usaha yang lain untuk sengaja mengalah dalam tender.

  1. Posisi Dominan
    Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
  2. Jabatan Rangkap
    Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
  3. Pemilikan Saham
    Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
  4. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
    Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
  • Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

  1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
  2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:

  1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker;
  2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan;
  3. Efisiensi alokasi sumber daya alam;
  4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli;
  5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya;
  6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi;
  7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak;
  8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan;
    • Tugas dan Wewenang KPPU

Pasal 35 UU Antimonopoli menentukan bahwa tugas-tugas KPPU adalah sebagai berikut.

  1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  3. Melakukan penilaian terhadap atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjainya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha.
  4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU Antimonopoli.
  5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  6. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1997.
  7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, melalui Pasal 36 UU Antimonopoli, KPPU diberikan wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  2. Melakukan penelitian dtentang dugaan  adanya kegiatan usaha daan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau  persaingan usaha tidak sehat.
  3. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktim monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat   atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan sebagai komiisi hasil penelitianya.
  4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada tau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaaha tidak sehat.
  5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli.
  6. Memanggil daan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU Antimonopoli.
  7. Meminta bantuan  penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,saksi,saksi ahli,atau setiap orang yang dimaksud dalam poin 5 dan 6 tersebut diatas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi 8.
  8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitanya dengan penyelidikan dan/atau pemeiksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
  9. Mendapatkan meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
  10. Memutuskan dan menetapkan ada tau tidak adanya kerugian dipihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
  11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  12. Manjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.

Jadi, KPPU berwenang dalam melakukan penelitian daan penyelidikan dan akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU Antimonopoli  atau tidak.Pelaku usaha yang merasa  keberatan terhadap putusan  KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
KPPU merupakan lembaga administratif. Sebagai lembaga administratif KPPU bertindak untuk kepentingan umum. KPPU berbeda dengan pengadilan perdata yang menangani hak-hak subjektif perorangan. Oleh karena itu, KPPU harus mementingkan kepentingan umum daripada kepentiingan perorangan dalam menangani dugaan pelanggaran hukum Antimonopoli. Hal ini sesuai dengan tujuan UU Antimonopoli yang tercntum dalam pasal 3 huruf a UU Antimonopoli. Yakni ”Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk mensejahterakan”.

2.12.        Sanksi

UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang sanksi. Ada tiga jenis sanksi yang diintroduksi dalam undang-undang ini, yaitu tindakan administratif, pidana pokok, dan pidana tambahan. Komisi Pengawas Persiangan Usaha (KPPU) yang lembaganya akan dijelaskan kemudian, hanya berwenang memberikan sanksi tindakan administratif. Sementara pidana pokok dan pidana tambahan dijatuhkan oleh lembaga lain, dalam hal ini peradilan. Yang dimaksud dengan tindakan administratif adalah:

  1. penetapan pembatalan perjanjian;
  2. perintah untuk menghentikan integrasi vertikal;
  3. perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menyebabkan praktek monopoli dan anti-persaingan dan/atau merugikan masyarakat;
  4. perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
  5. penetapan pembatalan penggabungan/peleburan badan usaha/pengambilalihan saham;
  6. penetapan pembayaran ganti rugi;
  7. pengenaan denda dari 1 milyar s.d. 25 milyar rupiah.

Sekalipun hanya berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif, kewenangan KPPU itu bersinggungan dengan semua pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999. Artinya, semua pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 dapat dijatuhkan sanksi tindakan administratif. Deskripsinya adalah sebagai berikut:

No Pasal Uraian Pidana Pokok Pidana Tambahan Administratif
1 2 3
1 Ps. 4 Oligopoli Ya
2 Ps. 5 Penetapan harga Ya Ya Ya
3 Ps. 6 Diskriminasi harga Ya Ya Ya
4 Ps. 7 Penetapan di bawah harga pasar Ya Ya Ya
5 Ps. 8 Penetapan harga maksimal Ya Ya Ya
6 Ps. 9 Pembagian wilayah Ya Ya Ya
7 Ps. 10 Pemboikotan Ya Ya Ya
8 Ps. 11 Kartel Ya Ya Ya
9 Ps. 12 Trust Ya Ya Ya
10 Ps. 13 Oligopsoni Ya Ya Ya
11 Ps. 14 Integrasi vertikal Ya Ya Ya
12 Ps. 15 Perjanjian tertutup Ya Ya Ya
13 Ps. 16 Perjanjian dengan pihak asing Ya Ya Ya
14 Ps. 17 Monopoli Ya Ya Ya
15 Ps. 18 Monopsoni Ya Ya Ya
16 Ps. 19 Penguasaan pasar Ya Ya Ya
17 Ps. 20 Jual rugi Ya Ya Ya
18 Ps. 21 Penetapan biaya secara curang Ya Ya Ya
19 Ps. 22 Sekongkol tender Ya Ya Ya
20 Ps. 23 Sekongkol informasi rahasia Ya Ya Ya
21 Ps. 24 Sekongkol hambat pesaing Ya Ya Ya
22 Ps. 25 Penyalahgunaan posisi dominan Ya Ya Ya
23 Ps. 26 Jabatan rangkap Ya Ya Ya
24 Ps. 27 Pemilikan saham Ya Ya Ya
25 Ps. 28 Gabung, lebur, ambil alih Ya Ya Ya
26 Ps. 41 Hambat penyelidik/pemeriksa Ya Ya Ya

 

Keterangan:

  • Pidana pokok 1: denda Rp 25 milyar s.d. Rp 100 milyar atau kurungan pengganti denda selama 6 bulan.
  • Pidana pokok 2: denda Rp 5 milyar s.d. Rp 25 milyar atau kurungan pengganti denda selama 5 bulan.
  • Pidana pokok 3: denda Rp 1 milyar s.d. Rp 5 milyar atau kurungan pengganti denda selama 3 bulan.
  • Pidana tambahan:
  • pencabutan izin usaha;
  • larangan menduduki jabatan direksi/komisaris dari 2 tahun s.d. 5 tahun;
  • penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pihak lain.
    • Contoh Kasus
  • KPPU vs Carrefour

KPPU seperti kembali ke permukaan dengan gugatan yang dilayangkan kepada raksasa bisnis belakangan ini. Kali ini raksasa yang dihadapi KPPU adalah perusahaan ritel 5 besar dunia Carrefour. Mencuatnya kasus Carrefour ini tepat di saat memasuki 10 tahun keberadaan UU No. 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Telah sepuluh tahun KPPU dan UU antimonopoli di Indonesia dan banyak kasus yang telah ditangani oleh KPPU beberapa diantaranya adalah kasus besar dimana KPPU berhadapan langsung dengan raksasa bisnis global yang beroperasi di Indonesia. Namun dalam kurun waktu 10 tahun itu pula citra KPPU sempat tercoreng ketika seorang komisionernya tertangkap tangan menerima suap dari salah satu perusahaan yang terlibat perkara. Kini kasus Carrefour muncul tepat di saat 10 tahun keberadaan UU antimonopoli dan sekaligus akan membuktikan keberadaan KPPU dalam menegakkan persaingan sehat di Indonesia

Pada pertengahan 2008 lalu citra KPPU sempat tercoreng akibat kasus dugaan suap yang menimpa salah satu mantan komisioner M. Iqbal. Iqbal yang pada saat itu menjabat sebagai ketua KPPU menangani perkara hak siar Liga Inggris oleh Astro All Asia Network Plc. Salah satu amar dalam putusan tersebut adalah memerintahkan perusahaan afiliasi Astro (All Asia Multimedia Networks-AAMN) untuk tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision, anak perusahaan PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda sendiri merupakan anak usaha dari First Media yang dimiliki oleh Grup Lippo. Belakangan diketahui bahwa M Iqbal menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Presiden Direktur First Media Billy Sundor.Hal itu akhirnya menorehkan malu di muka lembaga tersebut di tengah upaya penegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.

Pada awal 2008 KPPU juga sempat berhadapan dengan salah satu raksasa Telekomunikasi Asia, Temasek. Hal itu bermula ketika pada Desember 2007 KPPU memutuskan Temasek Holding melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha karena terbukti memiliki kepemilikan silang (cross ownership) dengan operator lain di Indonesia. Kasus itupun berlanjut dengan gugatan balik oleh Temasek.

Kasus yang dimunculkan oleh KPPU kali ini adalah mengenai dugaan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan dan proses akuisisi terhadap Alfa. Dalam perkara tersebut Carrefour melanggar dua pasal dalam UU No. 5/1999 yakni pasal 17 tentang monopoli dan pasal 25 tentang posisi dominan.

Terkait dengan kepemilikan saham pada PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour berpotensi untuk melanggar Pasal 28 UU No. 5/1999 yang mengatur mengenai proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Diawali pada sekitar pertengahan 2008 lalu Carrefour membeli 75 % saham Alfa sementara 20 %-nya masih dikuasai oleh PT Sigmantara Alfindo dan 5 % sisanya oleh publik. Disinyalir bahwa PT PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pemegang saham terbesar kedua Alfa akan melepas sahamnya pada tahun 2011 kepada Carrefour. Hal inilah yang akan berpotensi melanggar pasal 28 tersebut.

Dugaan lainnya yang dilayangkan KPPU kepada Carrefour adalah mengenai tindakan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan serta biaya trading term(syarat perdagangan) yang memberatkan. Hal tersebut juga terkait dengan tuding bahwa Carrefour memiliki posisi yang dominan dengan pangsa pasar melebihi 66 persen. Dalam mendefinisikan pangsa pasar tersebut Carrefour berbeda pendapat dan bersikukuh (berdasarkan riset Nielsen)hanya memiliki pangsa pasar retail modern sebesar 17 persen dan pangsa pasar grosir sebesar 6.3 persen. Posisi dominan terebut memungkinkan Carefour untuk memonopoli penetapan harga sewa ruang, penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktek Carrefour ini merugikan pemasok, seperti dinyatakan oleh Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI.

Disini terjadi perbedaan penafsiran mengenai pasar yang dimaksud dan metode yang digunakan dalam menetapkan pangsa pasar tersebut. KPPU menggunakan dua acuan yakni pasar hulu (upstream) atau pasar pemasok dan pasar hilir (downstream) atau pasar konsumen. Yang dipersoalkan KPPU adalah pasar pemasok. Berdasarkan metode tersebut diketahui bahwa konsentrasi pasar pemasok KPPU melonjak setelah menguasai Alfa, dari 44,74 persen menjadi 66,73 persen.

Kasus ini masih berjalan dan kita akan menunggu kemampuan KPPU untuk menegaskan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha ditengah kepungan kapitalis yang mengusai perekonomian. Saya pikir mencuatnya kasus ini sanagatlah tepat di saat perjalanan KPPU mencapai usia 1o tahun. Di usia tersebut kita semua berharap bahwa KPPU akan semakin dewasa dan memapu menunjukkan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indoesia.

  • Microsoft dengan Antitrust

Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi.

Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya.

Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia.

Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.

Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.

Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  • Penutup

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA